Meskipun belanda menjelang akhir
abad ke 19 telah mulai membuka berbagai daerah luar jawa untuk eksploitasi
ekonomi. Permulaan ekonomi yang pesat terjadi pada waktu Jacob Nienhuis, seoran
pengusaha perkebunan belanda mengunjungi pantai timur Sumatera Utara untuk menyelidiki
kemungkinan-kemungkinan untuk menanam tembakau didaerah ini.
Medan tidak mengalami
perkembangan pesat hingga tahun 1860-an, ketika penguasa-penguasa Belanda mulai
membebaskan tanah untuk perkebunan tembakau. Jacob Nienhuys, Van der Falk, dan
Elliot, pedagang tembakau asal Belanda memelopori pembukaan kebun tembakau di
Tanah Deli. Nienhuys yang sebelumnya berbisnis tembakau di Jawa, pindah ke Deli
diajak seorang Arab Surabaya bernama Said Abdullah Bilsagih, Saudara Ipar
Sultan Deli, Mahmud Perkasa Alam Deli. Jacob Nienhuys datang dari Negeri
Belanda dan tiba di Deli, Sumatera Timur, pada 1863. Mata pencaharian penduduk
sultanat Deli ini adalah perdagangan dan nelayan. Perkebunan belum menjadi
perhatian saat itu.
Nienhuys
datang dengan satu tujuan: membuka perkebunan tembakau, komoditas yang mulai
naik daun pada akhir abad 19 karena merokok mulai menjadi gaya hidup. Soal
tanah tidak masalah. Sultan Deli memberi Nienhuys tanah seluas yang dia
inginkan dan Nienhuys tak perlu membayar seperak pun. Nienhuys pertama kali
berkebun tembakau di tanah milik Sultan Deli seluas 4.000 Bahu di Tanjung
Spassi, dekat Labuhan. Maret 1864, Nienhuys mengirim contoh tembakau hasil
kebunnya ke Rotterdam, Belanda untuk diuji kualitasnya. Ternyata, daun tembakau
itu dianggap berkualitas tinggi untuk bahan cerutu. Melambunglah nama Deli di
Eropa sebagai penghasil bungkus cerutu terbaik. Hasil
ekspor tembakau Deli ini kemudian menguasai pasar Eropa karena mempunyai mutu
yang sangat baik untuk bahan pembuat cerutu. Maka mulailah Deli dibanjiri
investasi besar-besaran dari para investor Eropa terutama dari para pengusaha
negeri Belanda dalam investasi disektor perkebunan tembakau.
Penduduk
Deli dan sekitarnya, pada tahun 1874 hanya berjumlah sekitar 32.000 orang yang
terdiri dari 20.000 orang Batak dan 12.000 orang Melayu. Keadaan ini tentunya
tak menunjang bagi terciptanya iklim investasi yang kondusif untuk mendukung
percepatan dan perkembangan penanaman modal di sektor perkebunan tembakau.
Dikarenakan itu maka para investor mulai mendatangkan tenaga kerja dari orang
Cina asal Malaka.
Namun
rupanya upaya itu belum cukup untuk mendukung iklim yang kondusif bagi pesatnya
investasi di bidang perkebunan tembakau di deli. Untuk itu pada tahun 1879
dibentuklah organisasi yang diberi nama ‘Deli
Planters Vereeniging’ dengan tujuan untuk mengordinasikan perekrutan
tenaga kerja yang murah dalam rangka mendukung banjirnya investasi perkebunan
tembakau di Deli.
Selanjutnya,
Deli Planters Vereeniging ini membuat kontrak dengan sejumlah biro pencari
tenaga kerja untuk mendatangkan buruh buruh murah. Maka mulailah didatangkan
secara besar-besaran kuli-kuli dari orang Jawa asal daerah Jawa Tengah dan Jawa
Timur.
Pesatnya perkembangan Kampung
"Medan Putri", juga tidak terlepas dari perkebunan tembakau yang
sangat terkenal dengan tembakau Delinya, yang merupakan tembakau terbaik untuk
pembungkus cerutu. Pada tahun 1863, Sultan Deli memberikan kepada Jacob
Nienhuys,
Van der Falk dan Elliot dari Firma Van Keeuwen en Mainz & Co, tanah seluas
4.000 bahu (1 bahu = 0,74 ha) secara erfpacht 20 tahun di Tanjung Sepassi,
dekat Labuhan. Pada bulan Maret 1864, contoh hasil panen dikirim ke Rotterdam
di Belanda, untuk diuji kualitasnya. Ternyata daun tembakau tersebut sangat
baik dan berkualitas tinggi untuk pembungkus cerutu.
Perjanjian tembakau
ditandatangani Belanda dengan Sultan Deli pada tahun 1865. Selang dua tahun,
Nienhuys bersama Jannsen, P.W. Clemen, dan Cremer mendirikan perusahaan De Deli
Maatschappij yang disingkat Deli Mij di Labuhan. Pada tahun 1869, Nienhuys
memindahkan kantor pusat Deli Mij dari Labuhan ke Kampung Medan. Kantor baru
itu dibangun di pinggir sungai Deli, tepatnya di kantor PTPN II (eks PTPN IX)
sekarang. Dengan perpindahan kantor tersebut, Medan dengan cepat menjadi pusat
aktivitas pemerintahan dan perdagangan, sekaligus menjadi daerah yang paling
mendominasi perkembangan di Indonesia bagian barat. Pesatnya perkembangan
perekonomian mengubah Deli menjadi pusat perdagangan yang mahsyur dengan
julukan het dollar land alias tanah uang. Mereka kemudian membuka perkebunan
baru di daerah Martubung, Sunggal pada tahun 1869, serta sungai Beras dan
Klumpang pada tahun 1875.
Kemudian di tahun 1866,
Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan Deli Maatschappij di Labuhan. Kemudian
melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan
Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada
tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang
sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya
dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri". Dengan demikian "Kampung
Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama
yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar